KABARMERDEKA.ID, MANADO – Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Utara (Sulut) terus mengintensifkan penanganan kasus dugaan korupsi dana hibah untuk Sinode Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) yang terjadi pada periode 2020-2023. Kasus ini telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp8,9 miliar dan menjadi perhatian publik karena melibatkan pejabat tinggi Pemprov Sulut serta pimpinan Sinode GMIM.

Perkembangan terbaru, Polda Sulut telah menetapkan lima tersangka, yaitu AGK (mantan Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah 2018-2019 serta Plt Sekda Sulut 2021-2022), JK (Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah 2020), FK (Kepala Biro Kesra Setdaprov Sulut sejak Juni 2021), SK (Sekda Provinsi Sulut 2022-sekarang), dan HA (Ketua BPMS Sinode GMIM sejak 2020). Dari kelima tersangka, Empat di antaranya telah ditahan, dengan dua tersangka, JK dan FK, resmi ditahan pada 10 April 2025 setelah menjalani pemeriksaan intensif.

Kapolda Sulut, Irjen Pol Roycke Harry Langie, dalam konferensi pers pada 7 April 2025, menegaskan bahwa penetapan tersangka dilakukan setelah pemeriksaan 84 saksi dan audit menyeluruh yang mengungkap penyimpangan dalam pengelolaan dana hibah sebesar Rp20 miliar yang diberikan Pemprov Sulut kepada Sinode GMIM. “Kami berkomitmen menegakkan hukum dengan menghormati HAM dan asas praduga tak bersalah. Proses ini murni menyasar oknum, bukan institusi,” ujar Langie.

Kasus ini juga menyeret perhatian karena dugaan keterkaitan dengan motif politik. Sejumlah laporan menyebutkan bahwa dana hibah tersebut diduga digunakan untuk kepentingan elektoral pada Pemilu 2024, dengan GMIM sebagai institusi berpengaruh yang memiliki lebih dari 800 ribu jemaat di Sulut. Mantan Wakil Gubernur Sulut, Steven Kandouw, telah diperiksa selama hampir 11 jam pada 8 April 2025, sementara spekulasi mengarah pada kemungkinan pemeriksaan Gubernur Sulut periode 2016-2021, Olly Dondokambey, yang saat ini menjabat sebagai Bendahara Umum PDIP.

Penyidik Polda Sulut telah mengamankan sejumlah barang bukti dan dokumen terkait pengelolaan dana hibah. Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi, yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Ancaman hukuman maksimal adalah pidana penjara seumur hidup atau penjara hingga 20 tahun dengan denda Rp200 juta.

Masyarakat Sulut, khususnya jemaat GMIM, diimbau untuk tetap tenang dan menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Polda Sulut juga membuka ruang bagi masyarakat yang memiliki informasi tambahan untuk melapor guna memperkuat penyidikan. Kasus ini menjadi pengingat pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana publik, terutama yang melibatkan institusi keagamaan. (*)