KABARMERDEKA.ID, JAKARTA – Munculnya kabar rencana akuisisi GoTo oleh Grab memicu kekhawatiran luas di tengah masyarakat. Meskipun nilai transaksinya sangat besar, persoalan ini dinilai bukan sekadar urusan bisnis, melainkan menyangkut masa depan ekosistem digital Indonesia dan jutaan orang yang bergantung pada layanan GoTo dalam kehidupan sehari-hari.

Kekhawatiran utama muncul dari potensi hilangnya kompetisi di pasar. Jika Grab berhasil menguasai GoTo, maka praktis hanya akan tersisa satu pemain dominan yang mengendalikan sebagian besar layanan transportasi daring, pesan-antar makanan, hingga e-commerce. Kondisi ini berisiko menutup ruang persaingan yang sehat, menghilangkan pilihan bagi konsumen, dan membuka celah terjadinya kenaikan harga serta penurunan kualitas layanan.

Situasi tersebut digambarkan serupa dengan apa yang terjadi di industri penerbangan ketika jumlah maskapai berkurang dan harga tiket melonjak tajam. Gambaran lain yang juga relevan adalah ekosistem tertutup seperti Apple App Store, di mana satu perusahaan memiliki kontrol penuh terhadap sistem, harga, dan akses.

Selain persoalan kompetisi, kekhawatiran juga tertuju pada masa depan industri teknologi lokal. GoTo merupakan satu dari sedikit perusahaan teknologi asli Indonesia yang mampu bersaing secara regional. Jika perusahaan ini diambil alih oleh entitas asing, maka akan terjadi kemunduran dalam upaya membangun kekuatan teknologi nasional secara mandiri.

Isu lain yang tak kalah penting adalah soal kedaulatan data. Akuisisi oleh perusahaan asing membuka potensi data pengguna Indonesia berada di bawah kendali luar negeri, yang bisa digunakan tidak hanya untuk kepentingan bisnis, tapi juga strategi politik atau ekonomi yang tidak selaras dengan kepentingan nasional.

Kontribusi terhadap ekonomi domestik juga dikhawatirkan akan menurun. Perusahaan asing cenderung menyalurkan keuntungan ke luar negeri, sementara perusahaan lokal lebih mungkin berinvestasi kembali dalam negeri dan memberdayakan komunitas serta pelaku usaha lokal.

Tanpa kehadiran perusahaan lokal yang kuat, Indonesia akan kehilangan posisi tawar dalam menetapkan aturan perlindungan data, pembinaan talenta digital, dan pengembangan industri teknologi ke depan. Hal ini memperbesar ketergantungan pada pihak asing dan mempersempit ruang bagi kemajuan teknologi berbasis kearifan dan kepentingan nasional.

Dalam situasi seperti ini, peran pemerintah menjadi sangat penting. Pemerintah diharapkan tidak sekadar menjadi penonton, tetapi aktif memastikan agar akuisisi ini tidak merugikan rakyat dan masa depan ekonomi digital Indonesia. Belajar dari negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia, perlindungan terhadap perusahaan teknologi lokal harus menjadi prioritas, bukan berarti menolak investasi asing, melainkan memastikan bahwa persaingan tetap sehat dan tidak ada pihak yang terlalu dominan.

Kesimpulannya, isu akuisisi ini bukan hanya soal bisnis, tetapi juga soal arah, kedaulatan, dan kemandirian Indonesia di era digital. Pemerintah dan publik perlu bersikap kritis dan waspada, agar kepentingan nasional tidak dikorbankan demi keuntungan jangka pendek.